Olimpiade 2024: Kecewa, PBSI Surati BWF Soal Ganda Putra Prancis
Badmintonews.id, JAKARTA -- Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) menyatakan kekecewaan sangat mendalam atas kesalahan perhitungan yang dilakukan BWF.
"Kesalahan perhitungan yang dilakukan BWF secara langsung tidak hanya merugikan pasangan Indonesia, khususnya Bagas Maulana/Muhammad Shohibul Fikri, tetapi juga seluruh pasangan yang bertarung di Road to Paris 2024," kata Sekretaris Jenderal PP PBSI M. Fadil Imran.
Menurut Fadil, kebijakan tersebut membunuh fair play dan semangat luhur Olimpiade. Dampak dari kesalahan hitung Road to Paris dari BWF, berakibat sangat fatal. Ganda putra Perancis Ronan Labar/Lucas Corvee bisa tampil di Olimpiade Paris 2024 meski dari peringkat kualifikasi, sebenarnya mereka tidak lolos.
Labar/Corvee akhirnya bisa berlaga di Olimpiade Paris 2024. Sebab, banding yang mereka ajukan ke Pengadilan Arbitrase Olahraga (CAS) resmi dikabulkan.
Pada mulanya, Labar/Corvee berada dalam zona lolos ke Olimpiade. Tetapi, BWF lalu merevisi kesalahan hitungnya dan membuat rekan senegara mereka Christo Popov/Toma Junior Popov, memiliki poin lebih baik ketimbang Labar/Corvee. Akhirnya, Popov bersaudara ada di peringkat 37, sedangkan Labar/Corvee berada di posisi 38. Jadi, yang dinyatakan lolos ke Olimpiade adalah Popov bersaudara. Bukan Labar/Corvee.
Hal ini membuat Labar/Corvee geram. Mereka lantas menggugat BWF ke CAS. Hasilnya, CAS mengabulkan tuntutan Labar/Corvee dan membuat mereka bisa tampil di Olimpiade Paris 2024. Jadi, untuk pertama kali dalam sejarah Olimpiade, jumlah kontestan sektor ganda putra menjadi 17 pasangan.
Oleh karena itu, tiga grup akan berisikan empat pasangan. Sedangkan satu grup bakal berisikan lima pasangan.
"Jika nanti Fajar Alfian/Muhamad Rian Ardianto masuk ke grup itu (yang berisi lima pasangan), maka mereka akan bertanding empat kali di fase grup. Ini sangat merugikan karena ada penambahan satu pertandingan," kata Fadil.
Selain itu, kesalahan perhitungan poin ini juga menimpa pasangan Indonesia lainnya Bagas Maulana/Muhammad Sohibul Fikri. Salah satu contohnya, saat di ajang Badminton Asia 2024, Bagas/Fikri menjadi unggulan delapan dalam hitungan baru. Padahal, pada mulanya, Bagas/Fikri berada di seeded 9. Posisi Bagas/Fikri yang dikejar alih-alih mengejar membuat tekanan kepada mereka menjadi lebih kuat. Pada ajang itu, Bagas/Fikri kalah di babak pertama.
PBSI, lanjut Fadil, akan segera berkirim surat ke BWF untuk menyikapi situasi ini. PBSI secara keras akan meminta pertanggungjawaban dari BWF.